[Artikel] Tembang Gundul-Gundul Pacul sebagai Sastra Lisan Daerah
Tembang Gundul-Gundul Pacul sebagai Sastra Lisan Daerah Jawa Tengah
Oleh: Adhelia Putri Chandra P.
A. Pendahuluan
Sastra nusantara merupakan karya sastra yang berasal dari daerah-daerah di Indonesia. Hal ini sesuai dengan pendapat Djamaris (2001) yang mengatakan bahwa sastra nusantara disebut juga sastra daerah yang merupakan perwakilan dari kemajemukan di Indonesia. Karya sastra nusantara biasanya berkembang dengan menggunakan bahasa daerah. Karya sastra nusantara juga memiliki posisi di masyarakat. Salah satu karya sastra nusantara adalah sastra lisan. Sastra lisan merupakan karya sastra yang diturunkan dari mulut ke mulut yang kemudian dituliskan di zaman berikutnya. Adapun yang termasuk sastra lisan adalah mite, dongeng, cerita rakyat, syair, pantun, pepatah, mantra, nyanyian rakyat, dan sebagainya. Pada kesempatan kali ini, sastra lisan yang akan kita bahas adalah sastra lisan yang berbentuk nyanyian tradisional atau biasa disebut dengan tembang berjudul Gundul-Gundul Pacul.
B. Isi
1. Tembang Gundul-Gundul Pacul
Gundul-gundul pacul cul, gembelengan
Nyunggi-nyunggi wakul kul, gembelengan
Wakul glimpang segane dadi sak latar
Wakul gilimpang segane dadi sak latar
Begitulah kira-kira lirik dari tembang jawa Gundul-Gundul Pacul yang menjadi sastra lisan di daerah Jawa. Tembang ini tergolong ke dalam sastra lisan berbentuk nyanyian tradisional. Tembang ini berasal dari daerah Jawa Tengah.
2. Makna Tembang Gundul-Gundul Pacul
Gundul-gundul pacul merupakan tembang yang populer di daerah Jawa. Tembang ini kerap kali dinyanyikan oleh anak-anak. Tembang yang konon katanya diciptakan oleh Sunan Kalijaga ini, ternyata memiliki sejarah dan makna yang mendalam. Melansir dari gramedia.com menyatakan bahwa makna dari “gundul pacul” adalah tentang seorang pemimpin yang sesungguhnya bukanlah orang yang diberi mahkota, melainkan mereka yang membawa cangkul dan menyangkul untuk kesejahteraan rakyat.
Pada baris pertama tembang ini yaitu gundul-gundul pacul cul, gembelengan mengartikan seorang pemimpin yang sedang mengemban amanat. Hal ini terlihat dari kata gundul yang melambangkan kepala tanpa rambut (mahkota). Sedangkan kata gembelengan mengartikan seseorang yang sombong dan keras kepala. Maka dari itu baris pertama dapat diartikan bahwa seorang pemimpin akan kehilangn mahkotanya ketika ia lupa diri kepada rakyat dengan bersikap congkak dan sombong.
Dalam filosofi jawa dijelaskan bahwa pacul adalah ‘papat ucul’ yang diartikan sebagai empat indra dalam pekerjaan, yakni mata, hidung, telinga, mulut. Maksudnya, seoang pemimpin harusnya mampu menggunakan mata untuk melihat apakah rakyatnya sengsara atau tidak, mampu menggunakan hidung untuk mencium aroma rakyat, mampu menggunakan telinga untuk mendengar keluh kesah rakyat, dan mampu menggunakan mulut untuk berbicaea dengan adil dan bijakaana. Hal ini sesuai dengan pendapat M. Indra Saputra dalam jurnal berjudul Pemimpin Ideal dalam Prespektif Syair Gundul-Gundul Pacul tahun 2006. Beliau mengatakan bahwa, pacul melambangkan indra manusia yang tidak dipergunakan dengan baik sehingga dia menjadi sombong. Sehingga dapat disimpulkan di bait ini bahwasannya seorang pemimpin yang baik bukanlah mereka yang menggunakan mahkota, tapi mereka yang indranya digunakan untuk mengerti kesusahan rakyat. Namun, jika keempat indranya tidak digunakan dengan baik, maka dia akan bersikap sombong dan keras kepala.
Pada baris kedua nyunggi-nyunggi wakul kul mengartikan seorang pemimpin adalah ia yang menjunjung tinggi amanah dari rakyat. Sedangkan gembelengan memberi arti bahwa seorang pemimpin tersebut memiliki watak congkak dan sombong. Sehingga di baris kedua dapat diartikan bahwa seorang pemimpin harusnya menjunjung tinggi amanah rakyat, tapi jika dia tidak menjunjungi tinggi amanah tersebut ia akan memiliki watak yang sombong, sehingga berdampak pada baris ketiga dan keempat: wakul glimpang segane dadi sak latar yang mengartikan jika seorang pemimpin tidak amanah dalam menjunjung amanat dari rakyatnya (gembelengan), maka kepemimpinannya akan hancur sia-sia seperti nasi yang jatuh dan berserakan di halaman.
Jadi, tembang Gundul-Gundul Pacul ini menjelaskan bahwa seorang pemimpin meski memakai mahkota di kepalanya bila dia memiliki watak yang sombong dan tidak amanah, maka kepemimpinannya akan jatuh sia-sia. Sehingga, baiknya seorang pemimpin ia tidak hanya menggunakan mahkota tapi juga menggunakan kekuasaannya dengan baik. Hal ini karena seorang pemimpin harusnya menjunjung tinggi amanah yang diberikan oleh rakyat dan hendaknya tidak bersikap gembelengan, agar kepemimpinannya tidak menjadi sia-sia.
Di zaman sekarang, pesan dari tembang ini, relavan dengan tugas dan kewajiban seseorang dalam melanjankan sebuah pekerjaan. Melansir dari guruinovatif.id mengatakan bahwa makna lagu ini adalah tentang bagaimana seseorang bekerja maka ia harus bertanggung jawab, seperti seorang pemimpin yang harus bertanggung jawab atas amanah rakyatnya.
3. Jenis Sastra Lisan
Tembang Gundul-Gundul Pacul ini termasuk ke dalam jenis sastra lisan nyanyian tradisional atau dalam bahasa Jawa disebut sebagai tembang dolanan.
4. Bahasa yang Digunakan
Bahasa yang digunakan dalam tembang ini adalah bahasa krama lugu dan menggunakan kiasan dalam bahasa jawa.
5. Asal Sastra Lisan
Tembang Gundul-Gundul Pacul ini berasal dari daerah Jawa Tengah.
6. Amanat yang terkandung
Amanat yang terkandung dalam tembang ini adalah mengenai kepemimpinan dan tanggung jawab. Tembang ini menjelaskan bagaimana seorang pemimpin mengemban amanat dari rakyatnya. Apabila sang pemimpin tersebut lalai, maka amanat itu akan hancur berantakan seperti nasi yang berserakan di halaman. Seperti itu juga seseoang yang diberi tanggung jawab dalam pekerjaan. Bila ia lalai terhadap tanggung jawabnya, maka pekerjaannya akan hancur dan sia-sia.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Gundul-gundul Pacul adalah sastra lisan berjenis tembang yang berasal dari Jawa Tengah, menggunakan bahasa Jawa dan berisikan tentang kepemimpinan serta tanggung jawab. Pada tembang tersebut dijelaskan bahwa seorang pemimpin harus bertangggung jawab pada amanat yang dititipkan oleh rakyat. Ketika pemimpin tersebut tidak bertanggung jawab, maka amanat dan segala usaha dalam kepemimpinannya akan sia-sia. Untuk zaman sekarang hal ini relavan dengan kehidupan di dunia kerja, di mana seseorang harus bertangggung jawab pada apa yang dia kerjakan, bila dia tidak ingin pekerjaannya sia-sia.
D. Referensi
Azizah, Lely. 2022. Lirik Gundul-Gundul Pacul beserta Maknanya. https://gramedia.com. Diakses pada 23 Juni 2023.
Fitriya, Istiqbali. 2022. Filosofi Gundul-Gundul Pacul: Mengjarkan Budi Pekerti dan Etika Islami. https://www.babad.id. Diakses pada 23 Juni 2023.
Helmina, Kastanya. 2016. Sastra Lisan sebagai Warisan Seni dan Budaya. https://www.kantorbahasamaluku.kemendikbud.go.id. Diakses pada 23 Juni 2023
Sastra Wacana, 2018. Pengertian Sastra Nusantara Menurut Para Ahli. https://www.sastrawacana.id. Diakses pada 23 Juni 2023
Suprapti, Sri. 2022. Filosofi Tembang Gundul-Gundul Pacul. https://www.guruinovatif.id. Diakses pada 23 Juni 2023.
Malang, 23 Juni 2023
Komentar
Posting Komentar